Selasa, 28 September 2010

Kader Golkar Yang Kritis

Surya Dharma Paloh (3)
= Pencetus Konvensi Golkar

Bila ada yang keliru menilai Surya, mungkin disebabkan sulitnya memisahkan antara idealisme dan latar belakang politiknya sebagai kader Golkar yang kontroversial. Sebab idealisme Surya selalu mewarnai karakter karya jurnalistik Prioritas yang secara diametral sangat bertentangan dengan iklim rezim Orde Baru yang dilahirkan dan ditopang Golkar.


Idealisme itu adalah, menegakkan nilai-nilai demokrasi dalam bingkai wawasan kebebasan pers. Surya menyadari kebebasan pers bukanlah kebebasan absolut tanpa nilai. Kebebasan pers harus diwujudkan sebagai sikap kritis yang rasional, proporsional, dan profesional tanpa membenci atau memusuhi pihak manapun.

Surya selalu menempatkan diri sebagai sahabat bagi setiap orang. Namun bersamaan itu dia mendefinisikan pula bahwa sahabat sejati adalah sahabat yang bersikap kritis, berani mengungkapkan kebenaran dan keadilan walau terasa pahit. Demikian pula pers yang dia pimpin, sebagai sahabat yang baik pers harus tetap kritis terhadap kekuasaan dalam rangka menegakkan kebenaran dan keadilan.

Itulah yang mewarnai karya-karya jurnalistik Prioritas dengan rubrik andalan Selamat Pagi Indonesia yang selalu ditunggu-tunggu pembaca sebab gaya penyajiannya yang satir serta cenderung sarkastis dan kerap menyoroti fenomena aktual yang ada. Prioritas sesungguhnya merupakan refleksi pemikran seorang Surya dalam melihat bangsanya.

Duet wartawan senior Nasrudin Hars dan Panda Nababan merupakan kunci sukses Prioritas yang mampu menerjemahkan gagasan, pemikiran serta idealismenya ke dalam karya-karya jurnalistik. Setelah menjadi publisher sejati dia masih tetap menjadi sahabat kekuasaan lewat duet Media Indonesia dan Metro TV yang dimiliki untuk menyoroti fenomena faktual yang ada.

Surya Paloh memang kental dengan atmosfir kontroversial baik saat berbisnis maupun berpolitik, atau saat keduanya diayunkan bersamaan. Untuk memperjuangkan proses tender secara fair di PT Pupuk Kaltim, misalnya, karena Indocater miliknya dikalahkan, Surya harus menggebrak James Simanjuntak, direktur utama Pupuk Kaltim. Alasan kalah, Indocater tidak mempunyai jaminan modal yang memadai untuk mengikuti tender.

Surya lalu bergegas menghadap Omar Abdallah, Direktur Utama BBD untuk memperoleh bid bond atau jaminan tender senilai Rp 500 juta, sebab dua hari sebelumnya permintaan serupa telah ditolak BBD Cabang Cikini karena dianggap Indocater tidak kapabel untuk menangani proyek tersebut.

Karena itu, begitu bid bond diperoleh Surya yang di tahun 1980 itu sebagai Ketua Umum FKPPI mengirimi James karangan bunga mawar setinggi 1,5 meter yang ditempel sepenggal kalimat dalam kertas berkop MPR, “Bung James Simanjuntak, semoga sukses. Merdeka!” James akhirnya melakukan tender ulang dan memenangkan Indocater.

Langkah kontroversialnya di politik dan bisnis pers lebih banyak lagi. Bukan sekali dua kali Media Indonesia yang dipimpinnya diancam dibredel. Atau karena keteguhannya menegakkan kebenaran dan demokrasi Surya harus dicari-cari aparat keamanan bahkan suatu ketika nyawanya terancam.

Rekaman sepakterjangnya di Jakarta sebagai anak bangsa antara lain mencatat, sebagai Ketua BPP Hipmi Pusat tahu 1977-1979, mendirikan FKPPI tahun 1978, Ketua Umum PP-FKPPI tahun 1979-1981 dan tahun 1981-1983, Anggota Dewan Pertimbangan DPP Pepabri tahun 1982-1984, Ketua DPP AMPI tahun 1984-1989, Ketua Dewan Pertimbangan PP-FKPPI tahun 1984-1987, Ketua Dewan Kehormatan BPP Hipmi tahun 1984-1987, Anggota Dewan Pembina DPP AMPI tahun 1989 sampai sekarang, Pengurus PB Gabsi tahun 1998 hingga sekarang, Anggota Dewan Pers tahun 1999 sampai sekarang, dan Ketua SPS Pusat tahun 1999 hinggga sekarang.

Di kelembagaan legislatif, Surya pada tahun 1971 tercatat sebagai Calon Anggota DPRD Tingkat II Medan dari Golkar, lalu sebagai Anggota MPR pada tahun 1977-1982 dan kembali menjadi Anggota MPR tahun 1982-1987. Terakhir, pada tahun 1987 sebagai Calon Anggota MPR/DPR RI dari Golkar namun urung dilantik setelah Prioritas koran miliknya dibredel.

Pembredelan inilah puncak sekaligus awal kontroversi politik Surya, yang membawanya ke sebuah vonis kematian perdata dan hak-hak politik dalam waktu lama sampai terbetik gagasan memunculkan Konvensi Presiden Partai Golkar. Sebagai salah satu pencetus gagasan konvensi Surya lalu membangunkan sendiri dirinya untuk ikut bertarung sebagai salah seorang kandidat calon presiden dari Partai Golkar.

Itulah Surya Paloh. Pandangan politiknya yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi sangat mewarnai sikap dan kebijakannya ketika terjun dalam dunia pers sebagai publisher. Posisi politiknya dalam lingkaran kekuasaan tidak serta merta menghanyutkan dirinya dalam kompromi sungguhpun dia akan menghadapi risiko tudingan sebagai pembangkang atau mungkin penghianat. Sepak terjangnya dalam pentas politik nasional sebagai kader Golkar dimulai dari bawah. Sehingga dia merasakan betul arti sebuah perjuangan dan keberhasilan.

Keberhasilannya dalam dunia bisnis, misalnya, terlihat di PT Indocater yang merupakan perusahaan katering terbesar dan terbaik di Indonesia dengan 4.000-an karyawan. Setelah membangun usaha di tahun 1975 dengan bendera PT Ika Mataram Coy, baru berselang empat tahun kemudian dia membeli penuh saham PT Indocater yang lalu diangkatnya menjadi mesin pencetak uang yang menguntungkan.

Keuntungan itu digunakannya untuk ekspansi usaha termasuk menjajal bisnis pers dengan mendirikan Prioritas dan PT Surya Persindo. Surya bukan tidak mendapat tentangan terjun ke bisnis pers sebab telah jauh lari dari core business katering, terutama dari para manajer puncak Indocater. “Negeri ini masih memerlukan suatu suara yang dicetuskan lewat media cetak. Ini penting, sebagai alat perjuangan bangsa Indonesia dalam menyuarakan hati nurani,’ jelas Surya kepada Lily Harahap yang tegas-tegas menentang langkah Surya.

“Justru kita harus melahirkan Prioritas agar tidak ada lagi koran yang dibredel,” tambahnya. “Jadi, supaya bisnis dan juga hati nurani saya bisa berjalan beriringan, kita gunakan dulu keuntungan Indocater untuk menerbitkan Prioritas,” lanjut Surya. Lily akhirnya sadar bahwa Surya berwatak sangat independen dan tak mudah didikte.

Surya seperti menemukan dunianya yang sesungguhnya. Dia terus membangun reputasi sebagai publisher, lebih enjoy dan tertantang mengurusi bisnis pers, sementara pengelolaan katering Indocater diserahkan sepenuhnya ke profesional sejak pertengahan dekade 1980-an.

Surya sebagai pengusaha sukses, kini sudah mempunyai aset dalam hitungan trilyun rupiah. Rekaman sepakterjang bisnisnya di Jakarta mencatat deretan cukup panjang. Intinya antara lain adalah, Metro TV, Media Indonesia, Lampung Pos, Intercontinental Hotel Jimbaran, Sheraton Media Hotel Jakarta, Papandayan Hotel Bandung, Sun Plaza Medan, Indocater, dan sejumlah perusahaan marmer, kabel, komputer dengan jumlah karyawan 15.000 orang.

Perjalanan Surya dalam bisnis sesungguhnya tak selalu mencatat keberhasilan. Dia menorehkan pula sejumlah kegagalan. Dan justru di sinilah dia banyak menimba pengalaman serta menambah kematangan diri sebagai pengusaha muda. Dia menggeluti dunia bisnis dari bawah secara otodidak tanpa uang sesen pun, kecuali hanya bermodalkan pergaulan dan kepercayaan.


Pencetus Konvensi Partai Golkar


Partai Golkar yang dalam beberapa tahun terakhir (era reformasi) ini sering dikritik dan dihujat, karena dianggap merupakan bagian dari masa lalu, adalah partai pilihannya sejak muda, awal berpolitik. Sedikit banyak dia pernah memberi kontribusi demi kebesaran Golkar. Kendati dia sebagai penerbit pers juga mengalami pemberedelan karena kritik-kritiknya yang sering tidak disukai penguasa ketika itu. Karena itu, pilihannya maju sebagai kandidat presiden dari Partai Golkar dimaksudkannya pula sebagai upaya untuk menyelamatkan partai kebanggaannya itu dari hantaman para penentang.

Surya Paloh memilih Partai Golkar kendaraan menuju kandidat calon RI-1 karena selama 35 tahun berpolitik itulah satu-satunya partai yang pernah dia singgahi. Dia sudah cukup senior semenjak berusia 17 tahun. Mungkin tidak banyak yang tahu, bahwa Surya salah satu kadder yang paling senior hingga Nomor Pokok Anggota Golkar (NPAG) miliknya lebih tua usianya dibanding sang ketua umum sendiri, Akbar Tandjung.

Dan sekalipun partai berikut ketua umumnya dalam pandangan orang dianggap bermasalah, namun sebagai kader senior Golkar, kondisi tersebut justru sangat menantang baginya untuk semakin berkiprah dalam Golkar. Dia adalah kader yang dibesarkan sekaligus pernah pula dikucilkan oleh Golkar saat hak-hak perdatanya dicaplok.

Oleh Golkar, Surya saat masih berusia 19 tahun sudah dicalonkan sebagai caleg DPRD Tk. II Medan pada Pemilu 1971. Ketika itu, secara elegan akhirnya dia mundur dari pencalonan sadar jam terbangnya sebagai politisi muda masih harus ditambah. Surya mundur untuk sekaligus menaikkan target ke Senayan berebut kursi DPR/MPR.

Di kemudian hari terbukti saat dicalonkan kembali menjadi anggota DPR/MPR RI, dia akhirnya tembus ke Senayan Jakarta menjadi anggota MPR RI saat usia masih sangat belia, 25 tahun. Demikian pula di usia 30 tahun terpilih kembali ke MPR.

Walau sudah matang sebagai politisi muda yang pantas diperhitungkan di pentas politik nasional, dalam usianya sudah 35 tahun, pada Pemilu 1987 Surya tetap dicalonkan namun urung dilantik karena Prioritas, koran yang dipimpinnya dibredel. Total, sebagai kader senior Golkar sedikit-dikitnya sudah lima kali Pemilu dia dicalonkan menjadi anggota legislatif.

Era reformasi yang membuka kesempatan pemilihan presiden secara langsung, memantik kreatifitasnya mencetuskan gagasan Konvensi Calon Presiden Partai Golkar. “Ini, kita lahirkan, lalu kita perjuangkan untuk bisa diterima oleh Partai Golkar,” ujarnya.

Gagasan memperjuangkan eksistensi Golkar sering dibicarakannya. Di antaranya dalam percakapan dengan Akbar tandjung di awal tahun 2001. Surya menyebutkan, “Yang terpenting, saya kira, sudah saatnya Bung Akbar lebih tegas. Euforia politik yang berlebihan, seperti terus menerus menghujat Golkar, sudah harus diakhiri. Semua orang prihatin terhadap peristiwa perusakan dan pembakaran kantor DPD Golkar di Jawa Timur. Saya benar-benar sedih. Karena proses reformasi yang seharusnya dapat memperkuat pilar-pilar demokrasi, justru dirusak dengan tindakan anarkistis.”

Sebagai penggagas Konvensi Capres Golkar, dia pun ikut mencalonkan diri. “Kita ikut. Ini satu proses pendidikan politik di Partai Golkar sendiri. Saya yakin juga, ini akan memberikan refleksi yang berarti kepada partai politik lainnya dan masyarakat pada umumnya,” ujarnya.

Mengikuti konvensi, baginya sama sekali tidak mesti mendapatkan jabatan presiden itu. Tetapi juga merupakan suatu proses pendidikan politik dan peningkatan citra Golkar. “Di situ ada nilai yang harus kita berikan, sacrifice dari diri kita, pengorbanan. Tidak melihat kekuasaan sebagai sesuatu yang luxurious yang harus kita timang-timang dan kita pertahankan sepanjang masa. Sebaliknya, kalau kita tidak mendapatkan jabatan itu, tetaplah kita seperti apa adanya sekarang.”

Baginya, mengikuti proses pencalonan presiden adalah suatu panggilan jiwa sebagai salah satu alternatif pemimpin bangsa yang memiliki otoritas kepemimpinan penuh berkat dukungan rakyat. Sebab masa depan bangsa ini harus segera dijemput.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar